Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam
Dalam melakukan pendekatan dan pengkajian dalam studi
Islam memiliki berbagai macam pendekatan. Sehingga dalam melakukan studi atau
penelitian maka sangat perlu ada sebuah kejelasan Islam mana yang diteliti. Tak
terkecuali dalam pendekatan normatif. Pendekatan normatif adalah studi Islam
yang memandang masalah dari sudut legal formal dan atau normatifnya. Maksud
legal formal adalah hubungannya dengan halal-haram, boleh atau tidak,dan
sejenisnya. Sementara normatifnya adalah seluruh ajaran yang terkandung dalam
nash. Dengan demikian pendekatan normatif mempunyai cakupan yang sangat luas.
Sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fiqih (Usuliyah),
ahli hukum Islam (Fuqaha),ahli tafsir (mufassirin) yang berusaha
menggali aspek legal formal dan ajaran Islam dari sumbernya adalah termasuk
pendekatan normatif. [1][1]
Sisi lain dengan pendekatan normatif
adalah bahwa secara umum ada dua teori yang dapat digunakan dengan pendekatan
normatif-teologis. Pertama,ada hal-hal yang untuk mengetahui kebenarannya dapat
dibuktikan secara empirik dan eksperimental. Kedua, ada hal-hal yang sulit
dibuktikan secara empiris dan eksperimental. Untuk ha-hal yang dapat dibuktikan
secara empirik biasanya disebut masalah yang berhubungan ra’yi (penalaran).
Sedangkan masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan empirik (ghaib)
biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan kepercayaan. Hanya saja
cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang masuk klasifikasi empirik
dan mana yang tidak terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Maka sikap
yang perlu dilakukan dengan pendekatan normatif adalah sikap kritis.
Ada beberapa teori popular yang
dapat digunakan dengan pendelatan normatif, disamping teori-teori yang
digunakan oleh para fuqaha’, usuliyin, muhadditin, dan mufassirin,
diantaranya adalah teori teologis-folosofis, yaitu pendekatan memahami
al-Qur’an dengan cara mengintrepretasikannya secara logis-filosofis,yakni
mencari nilai-nilai objektif dari subjektif al-Qur’an. Selanjutnya teori lain
yakni normatif-sosiologis atau sosiologis teologis yang ditawarkan oleh Asghar
Ali Engerineer dan Tahnir al-Haddad,yakni dalam memahami nash (al-Qur’an dan
sunnah Nabi Muhammad Saw. Ada pemisahan antara nash normative dengan nash
sosiologis. Nash normative adalah nash yang tidak tergantung pada konteks.
Sementara nash sosiologis adalah nash yang pemahamannya harus disesuaikan
dengan konteks,waktu,tempat,dan konteks lainnya.
Dalam
memahami nash, khususnya al-Qur’an, Muhammad Izzat darwaz mengatakan bahwa
al-Qur’an berisi dua pokok :
1. Prinsip
fundamental (usul)
2. Alat/penghubung
untuk mencapai prinsip-prinsip fundamental tersebut.
Prinsip-prinsip
tersebut penting karena didalamnya mengandung tujuan wahyu dan dakwah Nabi.
Hal-hal yang termasuk prinsip adalah menyembah Allah dan harus menyediakan kode
etik (norma) yang lengkap (komprehensif) tentang tindakan-tindakan (syariah).
Yang lainnya seperti janji Allah akan membalas perbuatan baik di akhirat berupa
surga dan akan menyiksa orang-orang yang dzalim atau jahat dengan hukuman
neraka, sejarah Nabi dan semacamnya adalah penghubung.[2][2]
Dalam
kajian yang lainnya yakni dalam sisi teologis sangat erat juga kaitannya dengan
pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi
ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang didalamnya belum terdapat
penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis agama dilihat sebagai
suatu kebenaran mutlak dari Tuhan,tidak ada kekurangan sedikitpun dan tampak
bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat
cirinya yang khas. Untuk agama Islam,secara normatif pasti benar,menjunjung
nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam kitab suci Al-Qur’an dan Hadist Nabi
Saw.
Untuk bidang sosial misalnya dalam ajarannya agama tampil
menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong
menolong,tenggang rasa,persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi
agama tampil menawarkan keadilan,kebersamaan,kejujuran dan saling
menguntungkan. Untuk bidang ilmu pengetahuan,agama tampil mendorong pemeluknya
agar memiliki ilmu setinggi-tingginya,menguasai ketrampilan,keahlian dan
sebagainya. Demikian pula untuk bidang kesehatan lingkungan hidup,kebudayaan
politik,dan sebagainya agama tampil ideal dan yang dibangun berdasarkan dalil-dalil
yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar