Kamis, 30 Oktober 2014

makalah hadits dhaif




HADIS DHAIF
Disusun guna memenuhi
Mata kuliah: Ulumul Hadits
PAI 1B
Dosen pengampu: Dr.Ikhrom,M.Ag


Disusun oleh :
Ida puji rusmiati          (1403016067)
Iqbal gilang R (
Dzikrina Istighfaroh    (1403016082)

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Uiversitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Tahun 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
          Dalam pembinaan hukum islam,hadis sangatlah berperan,sebab disamping berfungsi sebagai penjelas terhadap ayat ayat yang masih samar dan global dalam al-qu’ran, hadis berfungsi menetapkan hukum terhadap suatu perkara yang belum ada ketentuannya di dalam al-qur’an.
          Besarnya peran hadis ini haruslah di sertai dengan kecermatan dalam memilah sekaligus memilih hadis yang benar benar berasal dari Rasulullah, sebab suatu hadis yang di ragukan berasal dari nabi maka akan sulit di pertanggung jawabkan untuk dapat dijadikan sebagai sumber kedua yang mengemban fungsi amat berat itu.
          Para ulama sepakat memakai hadis sahih dan hasan untuk dijadikan dasar dalam penetapan hukum halal dan haram. Akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai keutamaan suatu amaliah,dzikir,ungkapan halus yang menyentuh perasaan dan anjuran ataupun ancaman yang tidak termasuk kategori penetapan hukum: apakah diharuskan penggunaan hadis sahih dan hasan juga,atau boleh hanya dengan hadis dhaif dengan syarat tertentu yang cukup ketat. Pada pembahasan kali ini akan di jelaskan tentang hadis hadis dhaif tersebut.
B.     Rumusan masalah
1. Apa pengertian hadits dhaif?
2. Apa saja macam macam hadits dhaif?
3. Bagaimana urutan hirarki antar masing masing hadits?






BAB II
Pengertian Hadits Dhaif

         Secara bahasa, kata dhaif berarti hadits yang lemah atau hadits yang tidak kuat. Secara istilah, diantara para ulama terdapat perbedaan rumusan dan mendefinisikan hadits dhaif ini. Akan tetapi, pada dasarnya, isi dan maksudnya adalah sama. Beberapa definisi diantaranya dapat dilihat berikut ini:
Menurut An Nawawi, hadits dhaif yaitu hadits yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan syarat hadits hasan.
Ulama lain menyebutkan hadits dhaif ialah hadits yang didalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul.
Menurut Nur Ad-Din ‘atr definisi hadits dhaif yang paling baik ialah hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul ( hadits yang shahih atau hadits yang hasan ).
         Pada definisi yang ketiga disebutkan bahwa jika salah satu syarat saja ( dari persyaratan hadits shahih atau hadits hasan hilang ), berarati hadits itu dinyatakan sebagai hadits dhaif. Lebih-lebih jika yang hilang itu smapai dua atau tiga syarat, seperti perawinya tidak ada, tidak dhabit, dan adanya kejanggalan dalam matan. Hadits seperti ini dapat dinyatakan sebagai hadits dhaif yang lemah.
         Para ulama menemukan kedhaifan hadits itu pada tiga bagian, yaitu sanad, matan dan perawinya. Dari ketiga bagian ini, mereka membagi dan menguraikan dalam beberapa macam hadits dhaif, yang jumlahnya banyak sekali.










Macam-macam Hadits Dhaif


A.    Hadits Dhaif dari Segi Terputusnya Sanad
Dari segi terputusnya sanad, para ulama menemukan banyak hadits yang jika dilihat dari sudut sanadnya, ternyata tidak bersambung. Terputusnya sanad ini, menunjukkan bahwa hadits tersebut adalah dhaif. Hadits yang tergolong dalam kelompok ini, ialah hadits al-mursal, hadits al-munqathi’, hadits al-mu’dal, dan hadits al-mudallas.
1.      Hadits mursal.
Hadits mursal ialah hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud gugur ialah tidak disebutkan nama sanad terakhir, padahal sahabat adalah orang yang pertama menerima hadits dari Rasulullah SAW. Menurut Al-Hakim, hadits mursal adalah hadits yang disandarkan ( langsung ) oleh tabi’in kepada rasulullah SAW, baik perkataaan, perbuatan, maupun taqrirnya tabi’in tersebut, baik termasuk tabi’in kecil maupun tabi’in besar.
          Tabi’in tidak menyebutkan bahwa ia menerima hadits itu dari sahabat, melainkan mengataknnya ia menerima dari rasulullah SAW. Berdasarkan definisi yang dikemukakan al hakim tersebut, diketahui adanya 2 macam hadits mursal, yaitu mursal al jali dan mursal al khafi. Mursal al jali, yaitu tidak disebutkannya ( gugurnya ) nama sahabat dilakukan oleh tabi’in yang masih kecil.
          Para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits mursal seabagai hujjah. Muhammad ‘Ajaj Al-Kitab menyebutkan bahwa perbedaan tersebut mencapai 10 pendapat, tetapi yang tergolong masyhur hanya 3 pendapay, diantaranya yaitu:
a.       Pertama, membolehkan berhujjah dengan hadits mursal secara mutlak, ulama yang termasuk kelompok ini adalah Abu Haniffah, Imam Malik, Imam Ahmad, dll.
b.      Kedua, tidak memolehkan secara mutlak. Menurut Imam Nawawi, pendapat ini didukung oleh jumhur ulama ahlli hadits, Imam Syafii kebanyakan ulama ahli fikih dan ahli ushul.
c.       Ketiga, membolehkan menggunakan hadits mursalapabila ada syarat lain yang musnad, diamalkan oleh sebagian ulama atau sebagian besar ahli ilmu. Apabila terdapat riwayat lain yang musnad, maka hadits mursal tersebut bisa dijadikan hujjah, demikian oendapat jumhur ulama dan ahli hadits.
2.      Hadits Munqathi’
Para ulama berbeda pendapat dalam merumuskan definisi hadits munqathi’, ada yang menyebutkan bahwa hadits munqathi’, adalah yang pada sanadnya terdapat seorang perawi yang gugur atau pada sanad tersebut disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal namanya. Ada juga yang mendefinisikn hadits munqathi’ adalah hadits yang gugur sanadnya disuatu tempat atau lebih atau ada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal namanya. Ulama lain mendefinisikan bahwa hadits munqathi’ adalah hadits yang seorang perawinya gugur sebelum sahabt pada suatu tempat atau gugur dua orang perawinya pada dua tempat, yang tidak berturut-turut.
            Dari ketiga pengertian diatas , diketahui bahwa gugurnya perawi pada hadits munqathi’tidak terjadi pada thabaqah pertama atau thabaqah sahabat, tetapi pada thabaqah berikutnya: mungkin pada thabaqat kedua, mungkin ketiga, dan mungkin keempat. Kemudian, yang digugurkan itu terkadang seorang perawi, terkadang dua orang perawi dengan tidak berturut-turut.
            Dilihat dari persembunyian sanadnya, hadits munqathi’ termasuk dalam kelompok hadits dhaif. Dengan demikian, hadits ini tidak dapat dijadikan hujjah karena gugurnya seorang perawi atau lebih menyebabkan hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat shahih yangberarti tidak memenuhi syarat hadits shahih.
3.      Hadits mu’dal
Hadits mu’dal ialah hadits yang gugur dua sanadnya atau lebih, secara berturut-turut dalam pengertian yang lebih lengkap, hadits mu’dal yaitu hadits yang gugur dua orang perawinya atau lenih secara berturut-turut,baik gugurnya itu antar sahabt dengan tabi’in atau dua orang sebelumnya.
            Dari kedua pengertian diatas, jelas bahwa hadits mu’dal berbeda dengan munqathi. Pada hadits mu’dal, gugurnya dua orang perawi terjadi berturut-turut sedangkan pada hadits munqathi,gugurnya dua orang perawi, terjadi secara terpisah ( tidak berturut-turut ). 
4.      Hadits Mu’allaq
Secara etimologi kata mu’allaq adalah isim maf’ul dari kata ’allaqa, yang berarti menggantungkan sesuatu pada sesuatu yang lain sehingga ia menjadi tergantung. Sedangkan menurut istilah hadits mu’allaq adalah hadits yang dihapus dari awal sanadnya seseorang perawi atau lebih secara berturut-turut.
Contoh hadits mu’allaq:
وقال أبو موسى غطّى النّبيّ r ركبتيه حين دخل عثمان
Artinya : Rasulullah SAW menutupi kedua lutut beliau ketika Utsman masuk.


B.     Hadits Dhaif dari Segi Sanadnya
Para ulama ahli hadits memasukkan semua hadits yang mauquf dan yang maqtu’ kedalam hadits dhaif.
1.      Hadits mauquf
          Hadits mauquf ialah hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, itu berupa perkataan, perbuatan, atau takrirnya, baik periwayatnnya itu bersambung ataupun tidak. Dapat diarikan juga hadits mauquf yaitu hadits yang disandarakan kepada sahabat.
          Dengan kata lain, hadits mauquf adalah perkataan sahabat, perbuatan, atau takrirnya. Dikatakan mauquf karena sandarnnya berhenti pada tobaqoh sahabat. Kemudian tidak dikatakan marfu’ karena hadits ini dirafa’kan ( disandarkan ) kepada rasulullah SAW. Ibnu shalah membagi hadits mauquf menjadi dua bagian, yaitu hadits mauquf al mausul, berarti hadits mauquf yang sanadnya bersambung.dan hadits mauquf ghair al mausul yang dinilai sebagai hadits dhaif yang lebih rendah daripada hadits mauquf al mansur.
2.      Hadits maqtu’
          Hadits maqtu’ ialah hadits yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan kepadanya, baik perkataan maupun perbuatannya. Dengan kata lain bahwa hadits maqtu’ adalah perkataan atau perbuatan tabi’in. Sebagaimana hadits mauquf, hadits maqtu’ dilihat dari segi sandarnnya adalah hadits yang lemah ( dhaif ), sehinga tidak dijadikan hujjah.
           Diantara para lama ada yang menyebutkan hadits mauquf dan hadits maqtu’ ini dengan al atsar dan al khabar.

C.     Hadits Dhaif dari segi-segi lainnya
.
            Yang dimaksud dengan kedhaifan pada bagian ini adalah kedhaifan karena kecacatan yang terjadi, baik pada matan maupun pada perawinya. Kecacatan pada bagian ini banyak sekali macamnya sehingga mencapai puluhan macam sebagaimana yang diuraikan oleh para hadits. Akan tetapi, disini hanya dikemukakan beberapa macam saja, diantaranya sebagai berikut:
1.      Hadits munkar.
          Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lemah ( perawi yang dhaif ) yang bertentangan dengan periwayatan orang kepercayaan. Al Qasimi mengatakan bahwa hadits ini memiliki persamaan dengan hadits syadz, tapi ada pula perbedaannnya. Adapun pesamannya ialah keduamya bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqoh atau terpercaya, sedangkan perbedaannnya ialah jika hadits syadz diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah, sedangkan hadits munkar diriwayatkan oleh perawi yang lemah atau cacat.
2.      Hadits matruk
          Hadits matruk ialah hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta ( terhadap hadits yang diriwayatkannya ). Atau nampak kefasikannya, baik pada perbuatan atau pada perkataannya atau orang yang banyak lupa atau banyak ragu. Selain itu hadits matruk dalam istilah ilmu hadits berarti hadits yang terdapat pada sanadnya perawi yang terbukti dusta. Hadits matruk adalah hadits dhaif hadits dhaif yang paling buruk keadannya sesudah hadits maudhu’. Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits dhaif  yang paling buruk keadannya adalah hadits maudhu’ dan setelah itu hadits matruk, hadits munkar, hadits mu’allal, hadits mudraj, hadits maqlub, dan hadits mudhtharib.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar