HADIS DHAIF
Disusun guna memenuhi
Mata kuliah: Ulumul Hadits
PAI 1B
Dosen pengampu: Dr.Ikhrom,M.Ag
Disusun oleh :
Ida puji rusmiati (1403016067)
Iqbal gilang R (
Dzikrina Istighfaroh (1403016082)
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Uiversitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Tahun 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dalam pembinaan hukum
islam,hadis sangatlah berperan,sebab disamping berfungsi sebagai penjelas
terhadap ayat ayat yang masih samar dan global dalam al-qu’ran, hadis berfungsi
menetapkan hukum terhadap suatu perkara yang belum ada ketentuannya di dalam
al-qur’an.
Besarnya peran hadis ini
haruslah di sertai dengan kecermatan dalam memilah sekaligus memilih hadis yang
benar benar berasal dari Rasulullah, sebab suatu hadis yang di ragukan berasal
dari nabi maka akan sulit di pertanggung jawabkan untuk dapat dijadikan sebagai
sumber kedua yang mengemban fungsi amat berat itu.
Para ulama sepakat memakai
hadis sahih dan hasan untuk dijadikan dasar dalam penetapan hukum halal dan
haram. Akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai keutamaan suatu
amaliah,dzikir,ungkapan halus yang menyentuh perasaan dan anjuran ataupun
ancaman yang tidak termasuk kategori penetapan hukum: apakah diharuskan
penggunaan hadis sahih dan hasan juga,atau boleh hanya dengan hadis dhaif
dengan syarat tertentu yang cukup ketat. Pada pembahasan kali ini akan di
jelaskan tentang hadis hadis dhaif tersebut.
B.
Rumusan masalah
1. Apa pengertian hadits dhaif?
2. Apa saja macam macam hadits
dhaif?
3. Bagaimana urutan hirarki
antar masing masing hadits?
BAB II
Pengertian
Hadits Dhaif
Secara
bahasa, kata dhaif berarti hadits yang lemah atau hadits yang tidak kuat.
Secara istilah, diantara para ulama terdapat perbedaan rumusan dan
mendefinisikan hadits dhaif ini. Akan tetapi, pada dasarnya, isi dan maksudnya
adalah sama. Beberapa definisi diantaranya dapat dilihat berikut ini:
Menurut An Nawawi, hadits dhaif yaitu
hadits yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan syarat
hadits hasan.
Ulama lain menyebutkan hadits dhaif
ialah hadits yang didalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul.
Menurut Nur Ad-Din ‘atr definisi hadits
dhaif yang paling baik ialah hadits yang hilang salah satu syaratnya dari
syarat-syarat hadits maqbul ( hadits yang shahih atau hadits yang hasan ).
Pada
definisi yang ketiga disebutkan bahwa jika salah satu syarat saja ( dari
persyaratan hadits shahih atau hadits hasan hilang ), berarati hadits itu
dinyatakan sebagai hadits dhaif. Lebih-lebih jika yang hilang itu smapai dua
atau tiga syarat, seperti perawinya tidak ada, tidak dhabit, dan adanya kejanggalan
dalam matan. Hadits seperti ini dapat dinyatakan sebagai hadits dhaif yang
lemah.
Para
ulama menemukan kedhaifan hadits itu pada tiga bagian, yaitu sanad, matan dan
perawinya. Dari ketiga bagian ini, mereka membagi dan menguraikan dalam beberapa
macam hadits dhaif, yang jumlahnya banyak sekali.
Macam-macam Hadits Dhaif
A. Hadits Dhaif dari Segi Terputusnya Sanad
Dari segi terputusnya sanad, para ulama
menemukan banyak hadits yang jika dilihat dari sudut sanadnya, ternyata tidak
bersambung. Terputusnya sanad ini, menunjukkan bahwa hadits tersebut adalah
dhaif. Hadits yang tergolong dalam kelompok ini, ialah hadits al-mursal, hadits al-munqathi’, hadits al-mu’dal, dan hadits
al-mudallas.
1. Hadits mursal.
Hadits
mursal ialah hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud gugur
ialah tidak disebutkan nama sanad terakhir, padahal sahabat adalah orang yang
pertama menerima hadits dari Rasulullah SAW. Menurut Al-Hakim, hadits mursal
adalah hadits yang disandarkan ( langsung ) oleh tabi’in kepada rasulullah SAW,
baik perkataaan, perbuatan, maupun taqrirnya tabi’in tersebut, baik termasuk
tabi’in kecil maupun tabi’in besar.
Tabi’in tidak menyebutkan bahwa ia menerima hadits itu dari
sahabat, melainkan mengataknnya ia menerima dari rasulullah SAW. Berdasarkan
definisi yang dikemukakan al hakim tersebut, diketahui adanya 2 macam hadits
mursal, yaitu mursal al jali dan mursal al khafi. Mursal al jali, yaitu tidak
disebutkannya ( gugurnya ) nama sahabat dilakukan oleh tabi’in yang masih
kecil.
Para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits
mursal seabagai hujjah. Muhammad ‘Ajaj Al-Kitab menyebutkan bahwa perbedaan
tersebut mencapai 10 pendapat, tetapi yang tergolong masyhur hanya 3 pendapay,
diantaranya yaitu:
a. Pertama, membolehkan
berhujjah dengan hadits mursal secara mutlak, ulama yang termasuk kelompok ini
adalah Abu Haniffah, Imam Malik, Imam Ahmad, dll.
b. Kedua, tidak memolehkan secara mutlak.
Menurut Imam Nawawi, pendapat ini didukung oleh jumhur ulama ahlli hadits, Imam
Syafii kebanyakan ulama ahli fikih dan ahli ushul.
c. Ketiga, membolehkan menggunakan hadits
mursalapabila ada syarat lain yang musnad, diamalkan oleh sebagian ulama atau
sebagian besar ahli ilmu. Apabila terdapat riwayat lain yang musnad, maka
hadits mursal tersebut bisa dijadikan hujjah, demikian oendapat jumhur ulama
dan ahli hadits.
2. Hadits Munqathi’
Para
ulama berbeda pendapat dalam merumuskan definisi hadits munqathi’, ada yang
menyebutkan bahwa hadits munqathi’, adalah yang pada sanadnya terdapat seorang
perawi yang gugur atau pada sanad tersebut disebutkan nama seseorang yang tidak
dikenal namanya. Ada juga yang mendefinisikn hadits munqathi’ adalah hadits
yang gugur sanadnya disuatu tempat atau lebih atau ada sanadnya disebutkan nama
seseorang yang tidak dikenal namanya. Ulama lain mendefinisikan bahwa hadits
munqathi’ adalah hadits yang seorang perawinya gugur sebelum sahabt pada suatu
tempat atau gugur dua orang perawinya pada dua tempat, yang tidak
berturut-turut.
Dari ketiga pengertian diatas , diketahui bahwa gugurnya
perawi pada hadits munqathi’tidak terjadi pada thabaqah pertama atau thabaqah
sahabat, tetapi pada thabaqah berikutnya: mungkin pada thabaqat kedua, mungkin
ketiga, dan mungkin keempat. Kemudian, yang digugurkan itu terkadang seorang
perawi, terkadang dua orang perawi dengan tidak berturut-turut.
Dilihat dari persembunyian sanadnya, hadits munqathi’
termasuk dalam kelompok hadits dhaif. Dengan demikian, hadits ini tidak dapat
dijadikan hujjah karena gugurnya seorang perawi atau lebih menyebabkan
hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat shahih yangberarti tidak
memenuhi syarat hadits shahih.
3. Hadits mu’dal
Hadits
mu’dal ialah hadits yang gugur dua sanadnya atau lebih, secara berturut-turut
dalam pengertian yang lebih lengkap, hadits mu’dal yaitu hadits yang gugur dua
orang perawinya atau lenih secara berturut-turut,baik gugurnya itu antar sahabt
dengan tabi’in atau dua orang sebelumnya.
Dari kedua pengertian diatas, jelas bahwa hadits mu’dal
berbeda dengan munqathi. Pada hadits mu’dal, gugurnya dua orang perawi terjadi
berturut-turut sedangkan pada hadits munqathi,gugurnya dua orang perawi,
terjadi secara terpisah ( tidak berturut-turut ).
4. Hadits Mu’allaq
Secara etimologi kata mu’allaq adalah
isim maf’ul dari kata ’allaqa, yang berarti menggantungkan sesuatu pada sesuatu
yang lain sehingga ia menjadi tergantung. Sedangkan
menurut istilah hadits mu’allaq adalah hadits yang dihapus dari awal sanadnya
seseorang perawi atau lebih secara berturut-turut.
Contoh hadits
mu’allaq:
وقال أبو موسى غطّى النّبيّ r ركبتيه حين دخل عثمان
Artinya :
Rasulullah SAW menutupi kedua lutut beliau ketika Utsman masuk.
B. Hadits Dhaif dari Segi Sanadnya
Para
ulama ahli hadits memasukkan semua hadits yang mauquf dan yang maqtu’ kedalam
hadits dhaif.
1. Hadits mauquf
Hadits
mauquf ialah hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, itu berupa perkataan,
perbuatan, atau takrirnya, baik periwayatnnya itu bersambung ataupun tidak.
Dapat diarikan juga hadits mauquf yaitu hadits yang disandarakan kepada
sahabat.
Dengan
kata lain, hadits mauquf adalah perkataan sahabat, perbuatan, atau takrirnya.
Dikatakan mauquf karena sandarnnya berhenti pada tobaqoh sahabat. Kemudian
tidak dikatakan marfu’ karena hadits ini dirafa’kan ( disandarkan ) kepada
rasulullah SAW. Ibnu shalah membagi hadits mauquf menjadi dua bagian, yaitu
hadits mauquf al mausul, berarti hadits mauquf yang sanadnya bersambung.dan
hadits mauquf ghair al mausul yang dinilai sebagai hadits dhaif yang lebih
rendah daripada hadits mauquf al mansur.
2.
Hadits
maqtu’
Hadits maqtu’ ialah hadits yang
diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan kepadanya, baik perkataan maupun
perbuatannya. Dengan kata lain bahwa hadits maqtu’ adalah perkataan atau
perbuatan tabi’in. Sebagaimana hadits mauquf, hadits maqtu’ dilihat dari segi
sandarnnya adalah hadits yang lemah ( dhaif ), sehinga tidak dijadikan hujjah.
Diantara para lama ada yang menyebutkan hadits
mauquf dan hadits maqtu’ ini dengan al atsar dan al khabar.
C. Hadits Dhaif dari segi-segi lainnya
.
Yang dimaksud dengan kedhaifan pada
bagian ini adalah kedhaifan karena kecacatan yang terjadi, baik pada matan
maupun pada perawinya. Kecacatan pada bagian ini banyak sekali macamnya
sehingga mencapai puluhan macam sebagaimana yang diuraikan oleh para hadits.
Akan tetapi, disini hanya dikemukakan beberapa macam saja, diantaranya sebagai
berikut:
1.
Hadits
munkar.
Hadits munkar ialah hadits yang
diriwayatkan oleh orang yang lemah ( perawi yang dhaif ) yang bertentangan
dengan periwayatan orang kepercayaan. Al Qasimi mengatakan bahwa hadits ini
memiliki persamaan dengan hadits syadz, tapi ada pula perbedaannnya. Adapun
pesamannya ialah keduamya bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh
perawi yang tsiqoh atau terpercaya, sedangkan perbedaannnya ialah jika hadits
syadz diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah, sedangkan hadits munkar
diriwayatkan oleh perawi yang lemah atau cacat.
2.
Hadits
matruk
Hadits matruk ialah hadits yang
diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta ( terhadap hadits yang
diriwayatkannya ). Atau nampak kefasikannya, baik pada perbuatan atau pada
perkataannya atau orang yang banyak lupa atau banyak ragu. Selain itu hadits
matruk dalam istilah ilmu hadits berarti hadits yang terdapat pada sanadnya
perawi yang terbukti dusta. Hadits matruk adalah hadits dhaif hadits dhaif yang
paling buruk keadannya sesudah hadits maudhu’. Ibnu Hajar mengatakan bahwa
hadits dhaif yang paling buruk keadannya
adalah hadits maudhu’ dan setelah itu hadits matruk, hadits munkar, hadits
mu’allal, hadits mudraj, hadits maqlub, dan hadits mudhtharib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar