Kamis, 30 Oktober 2014

karakter pendidikan budaya berprestasi adi luhung



KARAKTER PENDIDIKAN BUDAYA GUNA MEMBANGUN BANGSA DENGAN PRESTASI ADI LUHUNG
MAKALAH
Dosen : Agus Setyono M.Ag,
Mata kuliah : Karya Tulis Ilmiah
Disusun guna memenuhi tugas



Disusun Oleh :
Nama : Nur Wachid
Nim : 1403016050



PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 1B
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014




BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Kesan budaya memang tidak akan pernah luntur dari Bangsa Indonesia. Bangsa yang begitu besar dan memiliki nilai-nilai luhur yang dapat memberikan contoh keteladanan yang baik dalam kehidupan baik sosial, agama, maupun dalam hal toleransi antar suku. Bukanlah menjadi hal yang mudah pada saat ini, kehidupan sosial masyarakat Indonesia mulai maju seiring dengan berkembangnya era perdagangan bebas, dan masuknya informasi yang begitu luas, baik dari media sosial maupun media maya seperti internet, dan sebagainya. Tidak bisa dipungkiri juga, perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat membawa arah perkembangan negeri ini menjadi begitu dinamis, dan memiliki multikulturalisme yang begitu tinggi.
            Kemudian timbul suatu pertanyaan besar di kepala kita selaku pemikir,pencipta inovasi dan merubah revolusi siapakah yang patut disalahkan dengan adanya multikulturalisme ini? Jawaban singkatnya mungkin adalah sistem, atau era yang begitu canggih dan dipenuhi dengan dunia digital. Namun hal ini begitu salah, dan sangat tidak relevan. Dinamika perkembangan tidak akan mungkin terbendungkan. Sebagai generasi muda kita tidak bisa kemudian menutup diri, dan kemudian mengisolasi pribadi-pribadi luhur yang sejatinya memiliki akal untuk kemudian dikekang dalam dunia pemikiran yang begitu sempit dan dangkal, yang sebenarnya belenggu tersebut mampu untuk dilepas. Pemikiran-pemikiran lama sudah seyogyanya diseleraskan dengan perkembangan jaman dan mampu dijadikan acuan dalam menfilter pengaruh asing dari cepatnya perkembangan teknologi dan informasi. Bagi para pemikir sejati di negeri ini, akan muncul kembali sebuah pernyataan bahwa “Arus perkembangan teknologi dan informasi itu hanya akan menjadikan rusaknya dinamika budaya di negeri tercinta ini”.
            Justru inilah yang seharusnya menjadi koreksi dan menjadikan relevansi dengan apa yang kemudian menjadi konteks permasalahan di negeri ini. Ketakutan akan pergeseran nilai-nilai, dan hilangnya norma-norma, bahkan peninggalan kebudayaan sudah sepatutnyalah dipikirkan sejak lama jauh sebelum bangsa ini kemudian melihat secara satu persatu hilangnya budaya-budaya tersebut. Tidak lagi perlu dihindari bahkan ditakuti, melainkan perlu dilakukan suatu upaya lebih dan ekstra bagi kita untuk kemudian kembali mengenalkan budaya-budaya bangsa ini. Budaya yang dikembangkan tidaklah sebatas budaya-budaya yang terdapat dalam kearifan lokal suatu wilayah, melainkan budaya Indonesia yang kemudian mampu diimplikasikan dalam kehidupan dan karakter pendidikan di seluruh pelosok negeri ini.


  1. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagai mana cara mendidik anak bermoral dan berkarakter?
2.      Siapa saja yang berperan dalam pendidikan bermoral dan berkarakter?
3.      Bagaimana strategi penerapan pendidikan moral dan berkarakter?













BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Moral dan Etika
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral.

Kata etika, seringkali disebut pula dengan kata etik, atau ethics (bahasa Inggris), mengandung banyak pengertian.
Dari segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin “Ethicos” yang berarti kebiasaan. Dengan demikian menurut pengertian yang asli, yang dikatakan baik itu apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Kemudian lambat laun pengertian ini berubah, bahwa etika adalah suatu ilmu yang mebicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
Etika juga disebut ilmu normative, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan (norma-norma) dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.[1]





  1. Pendidikan Berbudaya sebagai Aspek Fundamental Pemahaman Adi Luhung Nilai-Nilai Moral, dan Kebangsaan
           
“Ada tawuran lagi di Indonesia, entah itu mahasiswa ataupun siswa, di mana moral dan nurani hati bangsa ini?”. Mungkin beberapa pernyataan itu seringkali terdengar pada beberapa bulan terakhir ini. Bukan hal yang tabu, bahwa tawuran menjadi suatu budaya tersendiri pada remaja Indonesia. Bukan karena ingin melakukan hal kebaikan melainkan adanya niatan yang berbeda yakni untuk memamerkan kekuatan dan menunjukkan suatu eksistensi tersendiri bagi para remaja saat ini. Budaya seharusnya mampu mengakomodir kegiatan negatif sehingga mampu menjadi kegiatan positif yang akan membawa pada kebaikan dan kemaslahatan bagi masyarakat. Sedikit menyentil adanya multikulturalisme di Yogyakarta, dan Bali. Dua kota yang sama-sama memiliki kekentalan dalam budaya yang diwariskan dari leluhur kekayaan masa lampau, yakni sistem kerajaan yang masih dapat dirasakan dan romantisme budaya yang masih menjadi kekayaan tersendiri di kedua kota ini. Tidak pernah terdengar adanya berita mengenai kerusuhan yang terjadi pada mahasiswa dan siswa yang bersekolah di sana. Ini bahkan lebih memiliki dampak positif yang memberikan pemahaman bahwa aspek kebudayaan yang begitu kental jika dijaga akan mampu menjaga moral dan nurani para pemudanya untuk tetap rukun dan menjaga kesahajaan, serta persatuan dan kesatuan.
            Perpaduan yang begitu cantik yakni budaya dan pendidikan, adalah sebuah romantisme tersendiri bagi bangsa ini. Mengapa tidak? Keagungan suatu bangsa terletak bagaimana bangsa ini menempatkan nilai karya luhur menjadi suatu pedoman keselarasan yang mampu memberikan efek lebih pada kehidupan bermasyarakat. Tidak bisa dielakkan lagi, sistem meniru terhadap pendidikan di negeri ini sudah sepatutnya menjadi koreksi bagi pembesar bangsa ini. Mengingat sejarah pendidikan di Indonesia, Ki Hajar Dewantara mengajarkan arti pendidikan melalui sekolah kerakyatan yang tentu saja, nilai-nilai kerakyatan tersebut menjadi pedoman, yang dipadukan dengan nilai kebudayaan dalam masyarakat tersebut. Pendidikan selayaknya menjadi apa yang kemudian menjadi cita-cita pendahulu bangsa Indonesia, yang telah bermakna mendalam, bahkan telah menjadi semboyan bagi dunia pendidikan bangsa ini. Ya, tiga semboyan yang Ki Hajar Dewantara ajarkan sebagai bagian dari bagaimana seharusnya kemudian pendidikan mengajarkan dan melahirkan para pemimpin-pemimpin bangsa yang cerdas, arif, dan bijaksana. Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani, yang bermakna di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, dan di belakang memberikan dorongan moral.[2]
           
  1. PENERAPAN STRATEGI PENDIDIKAN MORAL
Strategi pendidkan moral adalah pendekatan atau upaya yang dilakukan untuk menumbuh-kembangkan sikap, tingkah laku dan budi pekerti anak. Indikator keberhasilan strategi ini akan terlihat dari pergaulan anak sehari-hari.

Untuk mendukung upaya penerapan pendidikan moral perlu adanya program dan kebijakan pendidikan moral yang mendukung. Ini bertujuan untuk mewujudkan sasaran apa yang ingin dicapai. Dalam hal ini adalah pembinaan moral anak ke arah yang lebih baik. Ini sudah dikemukakan pada bagian pertama pembahasan ini.

Tulisan ini merupakan lanjutan dari artikel memberdayakan jalur pendidikan moral dan bagian terakhir dari 3 tulisan yang membahas perihal pendidikan moral anak. Strategi ini sesungguhnya bukanlah hal baru namun tidak ada salahnya kita ungkapkan kembali pada kesempatan ini.

1.      Keteladanan.
Memberi contoh dan teladan kepada anak dinilai sebagai strategi paling efektif dalam pembentukan moral anak. Strategi doktrin yang sering dilakukan pihak orang tua, guru dan orang dewasa lainnya. Sering menimbulkan pembangkangan dan tudingan kepada pemberi doktrin.

Sebaliknya, mengajarkan sesuatu nilai moral dan etika disertai contoh dan bukti nyata justru lebih menunjukkan hasil yang signifikan. Orang tua menyuruh anak shalat dan mengerjakan amal kebaikan. Orang tua memang melaksanakan shalat dan suka bersedekah, mengasihi anak yatim dan bersikap ramah terhadap tamu.

Seorang guru mengajarkan pola hidup sederhana dan dicontohkan secara nyata dengan sikap dan perbuatan kesederhanaan, rendah hati dan jujur. Tidak sebaliknya. Siswa disuruh sederhana namun fakta yang mereka lihat pada guru malah jauh dari kesederhanaan.

Yang paling mendesak barangkali adalah memberikan contoh yang nyata bagaimana etika berbicara dengan yang lebih muda, dengan teman sebaya, dan dengan orang tua serta guru. Begitu pula sikap dan tingkah laku bergaul di tengah masyarakat, ini perlu dicontohkan dengan nyata kepada anak oleh orang tuanya.

2.      Pembiasaan Diri.
Kebiasaan-kebiasan unik dan positif dalam keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat, perlu dikembangkan secara berkesinambungan. Kebiasaan-kebiasaan  tersebut mengarah pada pembentukan moral anak.

Misalnya, pemberian hukuman kepada anak/siswa yang melakukan kesalahan sebagai bukti tanggung jawab terhadap tingkah laku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Pemberian penghargaan verbal maupun non verbal kepada anak/siswa yang melakukan kebiasaan baik.

3.      Peraturan dan tata tertib.
Dalam keluarga memiliki aturan dan tata tertib terntentu yang harus ditaati sehingga anak terbiasa untuk patuh dan taat pada setiap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Di lembaga sekolah sudah pasti memiliki peraturan dan aturan tertentu. Penegakan peraturan dan tata tertib tersebut mesti dengan pendekatan persuasif. Hukuman dan sanksi yang diberikan kepada siswa yang melanggar mestilah bersifat mendidik dan memberi efek kesadaran diri.

4.      Aktivitas dan hobi.
Anak-anak tidak hanya beraktivitas dan belajar secara rutin di sekolah maupun ti rumah. Anak juga butuh bermain dengan sesama teman, menyalurkan hobi dan kegemarannya. Dalam hal ini, ada nilai sosial pergaulan seperti saling menghargai melalui ucapan maupun tingkah laku. Kegiatan olah raga mengandung nilai sportifitas, menerima kekalahan dan kemenangan.

Tentu saja masih masih banyak strategi lain dalam menerapkan pendidikan moral kepada anak. Namun demikian prinsipnya adalah sekecil apapun usaha pengembangan nilai moral dan etika pada anak, sudah sangat berarti mereduksi krisis moral pada anak dan remaja.[3]







  1. Mengukuhkan Keluarga sebagai Pendidik Karakter yang Utama
Langkah pertama bagi sekolah adalah melihat dengan jelas rumah dan sekolah mempunyai tanggung jawab yang saling melengkapi dalam pengembangan karakter. Tanggung jawab ini dapat diungkapkan dalam dua pernyataan sederhana:
  1. Keluarga merupakan pertama dan paling penting pengaruhnya terhadap karakter seorang anak.
  2. Pekerjaan sekolah adalah memperkuat nilai-nilai karakter yang positif (etika kerja, tanggung jawab, kejujuran, dsb) yang diajarkan dirumah.
Tentu saja kenyataan adalah yang sebaliknya. Banyak orang tua masa kini tidak memenuhi peran mereka yang utama dalam pembentukan karakter. Akan tetapi, tanpa mempertahankan kenyataan itu, sekolah mengajukan dan bekerja kearah mitraan rumah-sekolah yang seharusnya. Keluarga menetapkan fondasi dan sekolah membangun diatasnya.[4]















BAB III
PENUTUP

  1. Simpulan
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral.
Peran orang tua di rumah sebagai pendidikan karakter dan moral pertama di lingkungan keluarga yang berbasis Adi Luhung dan beretika sesuai yang diharapkan di budaya adat masyarakatnya.
Perkembangan IPTEK di masa modernisasi memberika pengaruh yang cenderung dalam etika dan moral pada masa modernisasi saat ini.
            Penerapan strategi dan moral peran orang tua dan guru sangatlah penting dalam pendidikan berbudaya prestasi serta adi luhung.

  1. Saran
Penulis yakin bahwa makalah ini banyak kekurangan, dan kesalahan yang terkadang membuat parapembaca merasakan hal-hal yang membingungkan. Maka dari itu kritik dan saran dari pembaca di perlukan agar makalh ini menjadi yang lebih baik.







DARTAR PUSTAKA

  1. http://www.matrapendidikan.com/2014/06/strategi-penerapan-pendidikan-moral.html (di akses tanggal 15 Oktober 2014)
  2. https://www.academia.edu/4911646/Karakter_Pendidikan_Budaya_Membangun_Bangsa_dengan_Prestasi_Adi_Luhung (di akses tanggal 15 Oktober 2014)
  3. http://imungblog.blogspot.com/2012/10/pengertian-etika-dan-moral.html (di akses tanggal 16 Oktober 2014)
  4. Lickona, Thomas.Thouchstone, New York.2004.KREASI WACANA.2012




[4] Pendidikan Karakter.THOMAS LICKONA.thouchstone, NewYork 2004.KREASI WACANA 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar