KARAKTER PENDIDIKAN BUDAYA GUNA MEMBANGUN BANGSA DENGAN
PRESTASI ADI LUHUNG
MAKALAH
Dosen : Agus Setyono M.Ag,
Mata kuliah : Karya Tulis Ilmiah
Disusun guna memenuhi tugas
Disusun Oleh :
Nama : Nur Wachid
Nim : 1403016050
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 1B
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Kesan budaya memang
tidak akan pernah luntur dari Bangsa Indonesia. Bangsa yang begitu besar dan
memiliki nilai-nilai luhur yang dapat memberikan contoh keteladanan yang baik
dalam kehidupan baik sosial, agama, maupun dalam hal toleransi antar suku.
Bukanlah menjadi hal yang mudah pada saat ini, kehidupan sosial masyarakat
Indonesia mulai maju seiring dengan berkembangnya era perdagangan bebas, dan
masuknya informasi yang begitu luas, baik dari media sosial maupun media maya
seperti internet, dan sebagainya. Tidak bisa dipungkiri juga, perkembangan
teknologi dan informasi yang begitu pesat membawa arah perkembangan negeri ini
menjadi begitu dinamis, dan memiliki multikulturalisme yang begitu tinggi.
Kemudian
timbul suatu pertanyaan besar di kepala kita selaku pemikir,pencipta inovasi dan merubah revolusi
siapakah yang patut disalahkan dengan adanya multikulturalisme ini? Jawaban
singkatnya mungkin adalah sistem, atau era yang begitu canggih dan dipenuhi
dengan dunia digital. Namun hal ini begitu salah, dan sangat tidak relevan.
Dinamika perkembangan tidak akan mungkin terbendungkan. Sebagai generasi muda kita tidak bisa
kemudian menutup diri, dan kemudian mengisolasi pribadi-pribadi luhur yang
sejatinya memiliki akal untuk kemudian dikekang dalam dunia pemikiran yang
begitu sempit dan dangkal, yang sebenarnya belenggu tersebut mampu untuk
dilepas. Pemikiran-pemikiran lama sudah seyogyanya diseleraskan dengan
perkembangan jaman dan mampu dijadikan acuan dalam menfilter pengaruh asing
dari cepatnya perkembangan teknologi dan informasi. Bagi para pemikir sejati di
negeri ini, akan muncul kembali sebuah pernyataan bahwa “Arus perkembangan teknologi
dan informasi itu hanya akan menjadikan rusaknya dinamika budaya di negeri
tercinta ini”.
Justru
inilah yang seharusnya menjadi koreksi dan menjadikan relevansi dengan apa yang
kemudian menjadi konteks permasalahan di negeri ini. Ketakutan akan pergeseran
nilai-nilai, dan hilangnya norma-norma, bahkan peninggalan kebudayaan sudah
sepatutnyalah dipikirkan sejak lama jauh sebelum bangsa ini kemudian melihat
secara satu persatu hilangnya budaya-budaya tersebut. Tidak lagi perlu
dihindari bahkan ditakuti, melainkan perlu dilakukan suatu upaya lebih dan
ekstra bagi kita untuk kemudian kembali mengenalkan budaya-budaya bangsa ini.
Budaya yang dikembangkan tidaklah sebatas budaya-budaya yang terdapat dalam
kearifan lokal suatu wilayah, melainkan budaya Indonesia yang kemudian mampu
diimplikasikan dalam kehidupan dan karakter pendidikan di seluruh pelosok
negeri ini.
- RUMUSAN MASALAH
1.
Bagai mana cara mendidik anak bermoral dan berkarakter?
2.
Siapa saja yang berperan dalam pendidikan bermoral dan
berkarakter?
3.
Bagaimana strategi penerapan pendidikan moral dan
berkarakter?
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Moral dan Etika
Moral
merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral
juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian
(pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan
moral.
Kata etika, seringkali disebut pula dengan kata etik, atau ethics
(bahasa Inggris), mengandung banyak pengertian.
Dari segi etimologi (asal kata),
istilah etika berasal dari kata
Latin “Ethicos” yang berarti
kebiasaan. Dengan demikian menurut pengertian
yang asli, yang dikatakan baik
itu apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Kemudian lambat laun pengertian ini berubah, bahwa etika adalah suatu ilmu yang
mebicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat
dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
Etika juga disebut
ilmu normative, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan (norma-norma)
dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.[1]
- Pendidikan Berbudaya sebagai Aspek Fundamental Pemahaman Adi Luhung Nilai-Nilai Moral, dan Kebangsaan
“Ada tawuran lagi di
Indonesia, entah itu mahasiswa ataupun siswa, di mana moral dan nurani hati
bangsa ini?”. Mungkin beberapa pernyataan itu seringkali terdengar pada
beberapa bulan terakhir ini. Bukan hal yang tabu, bahwa tawuran menjadi suatu
budaya tersendiri pada remaja Indonesia. Bukan karena ingin melakukan hal
kebaikan melainkan adanya niatan yang berbeda yakni untuk memamerkan kekuatan
dan menunjukkan suatu eksistensi tersendiri bagi para remaja saat ini. Budaya
seharusnya mampu mengakomodir kegiatan negatif sehingga mampu menjadi kegiatan
positif yang akan membawa pada kebaikan dan kemaslahatan bagi masyarakat.
Sedikit menyentil adanya multikulturalisme di Yogyakarta, dan Bali. Dua kota
yang sama-sama memiliki kekentalan dalam budaya yang diwariskan dari leluhur
kekayaan masa lampau, yakni sistem kerajaan yang masih dapat dirasakan dan
romantisme budaya yang masih menjadi kekayaan tersendiri di kedua kota ini.
Tidak pernah terdengar adanya berita mengenai kerusuhan yang terjadi pada
mahasiswa dan siswa yang bersekolah di sana. Ini bahkan lebih memiliki dampak
positif yang memberikan pemahaman bahwa aspek kebudayaan yang begitu kental jika
dijaga akan mampu menjaga moral dan nurani para pemudanya untuk tetap rukun dan
menjaga kesahajaan, serta persatuan dan kesatuan.
Perpaduan
yang begitu cantik yakni budaya dan pendidikan, adalah sebuah romantisme
tersendiri bagi bangsa ini. Mengapa tidak? Keagungan suatu bangsa terletak
bagaimana bangsa ini menempatkan nilai karya luhur menjadi suatu pedoman
keselarasan yang mampu memberikan efek lebih pada kehidupan bermasyarakat.
Tidak bisa dielakkan lagi, sistem meniru terhadap pendidikan di negeri ini
sudah sepatutnya menjadi koreksi bagi pembesar bangsa ini. Mengingat sejarah
pendidikan di Indonesia, Ki Hajar Dewantara mengajarkan arti pendidikan melalui
sekolah kerakyatan yang tentu saja, nilai-nilai kerakyatan tersebut menjadi
pedoman, yang dipadukan dengan nilai kebudayaan dalam masyarakat tersebut.
Pendidikan selayaknya menjadi apa yang kemudian menjadi cita-cita pendahulu
bangsa Indonesia, yang telah bermakna mendalam, bahkan telah menjadi semboyan
bagi dunia pendidikan bangsa ini. Ya, tiga semboyan yang Ki Hajar Dewantara
ajarkan sebagai bagian dari bagaimana seharusnya kemudian pendidikan
mengajarkan dan melahirkan para pemimpin-pemimpin bangsa yang cerdas, arif, dan
bijaksana. Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing
Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani, yang bermakna di depan memberi
teladan, di tengah membangun semangat, dan di belakang memberikan dorongan
moral.[2]
- PENERAPAN STRATEGI PENDIDIKAN MORAL
Strategi pendidkan moral adalah
pendekatan atau upaya yang dilakukan untuk menumbuh-kembangkan sikap, tingkah
laku dan budi pekerti anak. Indikator keberhasilan strategi ini akan terlihat
dari pergaulan anak sehari-hari.
Untuk mendukung upaya penerapan
pendidikan moral perlu adanya program dan kebijakan pendidikan moral yang mendukung. Ini
bertujuan untuk mewujudkan sasaran apa yang ingin dicapai. Dalam hal ini adalah
pembinaan moral anak ke arah yang lebih baik. Ini sudah dikemukakan pada bagian
pertama pembahasan ini.
Tulisan ini merupakan lanjutan dari
artikel memberdayakan jalur pendidikan moral dan bagian terakhir dari 3 tulisan yang
membahas perihal pendidikan moral anak. Strategi ini sesungguhnya bukanlah hal
baru namun tidak ada salahnya kita ungkapkan kembali pada kesempatan ini.
1.
Keteladanan.
Memberi contoh dan teladan kepada anak dinilai sebagai strategi paling
efektif dalam pembentukan moral anak. Strategi doktrin yang sering dilakukan
pihak orang tua, guru dan orang dewasa lainnya. Sering menimbulkan
pembangkangan dan tudingan kepada pemberi doktrin.
Sebaliknya, mengajarkan sesuatu nilai moral dan etika disertai contoh dan
bukti nyata justru lebih menunjukkan hasil yang signifikan. Orang tua menyuruh
anak shalat dan mengerjakan amal kebaikan. Orang tua memang melaksanakan shalat
dan suka bersedekah, mengasihi anak yatim dan bersikap ramah terhadap tamu.
Seorang guru mengajarkan pola hidup
sederhana dan dicontohkan secara nyata dengan sikap dan perbuatan
kesederhanaan, rendah hati dan jujur. Tidak sebaliknya. Siswa disuruh sederhana
namun fakta yang mereka lihat pada guru malah jauh dari kesederhanaan.
Yang paling mendesak barangkali adalah memberikan contoh yang nyata
bagaimana etika berbicara dengan yang lebih muda, dengan teman sebaya, dan
dengan orang tua serta guru. Begitu pula sikap dan tingkah laku bergaul di
tengah masyarakat, ini perlu dicontohkan dengan nyata kepada anak oleh orang
tuanya.
2.
Pembiasaan Diri.
Kebiasaan-kebiasan unik dan positif
dalam keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat, perlu dikembangkan secara
berkesinambungan. Kebiasaan-kebiasaan
tersebut mengarah pada pembentukan moral anak.
Misalnya,
pemberian hukuman kepada anak/siswa yang melakukan kesalahan sebagai bukti
tanggung jawab terhadap tingkah laku yang merugikan diri sendiri maupun orang
lain. Pemberian
penghargaan verbal maupun non verbal kepada anak/siswa yang melakukan kebiasaan
baik.
3.
Peraturan dan tata tertib.
Dalam keluarga memiliki aturan dan tata tertib
terntentu yang harus ditaati sehingga anak terbiasa untuk patuh dan taat pada
setiap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Di lembaga
sekolah sudah pasti memiliki peraturan dan aturan tertentu. Penegakan peraturan
dan tata tertib tersebut mesti dengan pendekatan persuasif. Hukuman dan sanksi
yang diberikan kepada siswa yang melanggar mestilah bersifat mendidik dan
memberi efek kesadaran diri.
4.
Aktivitas dan hobi.
Anak-anak tidak hanya beraktivitas
dan belajar secara rutin di sekolah maupun ti rumah. Anak juga butuh bermain
dengan sesama teman, menyalurkan hobi dan kegemarannya. Dalam hal ini, ada
nilai sosial pergaulan seperti saling menghargai melalui ucapan maupun tingkah
laku. Kegiatan olah raga mengandung nilai sportifitas, menerima kekalahan dan
kemenangan.
Tentu saja masih masih banyak
strategi lain dalam menerapkan pendidikan moral kepada anak. Namun demikian
prinsipnya adalah sekecil apapun usaha pengembangan nilai moral dan etika pada
anak, sudah sangat berarti mereduksi krisis moral pada anak dan remaja.[3]
- Mengukuhkan Keluarga sebagai Pendidik Karakter yang Utama
Langkah pertama bagi sekolah adalah melihat dengan jelas
rumah dan sekolah mempunyai tanggung jawab yang saling melengkapi dalam
pengembangan karakter. Tanggung jawab ini dapat diungkapkan dalam dua
pernyataan sederhana:
- Keluarga merupakan pertama dan paling penting pengaruhnya terhadap karakter seorang anak.
- Pekerjaan sekolah adalah memperkuat nilai-nilai karakter yang positif (etika kerja, tanggung jawab, kejujuran, dsb) yang diajarkan dirumah.
Tentu saja kenyataan adalah yang sebaliknya. Banyak orang
tua masa kini tidak memenuhi peran mereka yang utama dalam pembentukan
karakter. Akan tetapi, tanpa mempertahankan kenyataan itu, sekolah mengajukan
dan bekerja kearah mitraan rumah-sekolah yang seharusnya. Keluarga menetapkan
fondasi dan sekolah membangun diatasnya.[4]
BAB
III
PENUTUP
- Simpulan
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang
beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan
(akhlak). Moralisasi, berarti
uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan
moral.
Peran orang tua di rumah sebagai
pendidikan karakter dan moral pertama di lingkungan keluarga yang berbasis Adi
Luhung dan beretika sesuai yang diharapkan di budaya adat masyarakatnya.
Perkembangan IPTEK di masa
modernisasi memberika pengaruh yang cenderung dalam etika dan moral pada masa
modernisasi saat ini.
Penerapan strategi dan
moral peran orang tua dan guru sangatlah penting dalam pendidikan berbudaya
prestasi serta adi luhung.
- Saran
Penulis yakin bahwa makalah ini banyak kekurangan, dan kesalahan yang
terkadang membuat parapembaca merasakan hal-hal yang membingungkan. Maka dari
itu kritik dan saran dari pembaca di perlukan agar makalh ini menjadi yang
lebih baik.
DARTAR
PUSTAKA
- http://www.matrapendidikan.com/2014/06/strategi-penerapan-pendidikan-moral.html (di akses tanggal 15 Oktober 2014)
- https://www.academia.edu/4911646/Karakter_Pendidikan_Budaya_Membangun_Bangsa_dengan_Prestasi_Adi_Luhung (di akses tanggal 15 Oktober 2014)
- http://imungblog.blogspot.com/2012/10/pengertian-etika-dan-moral.html (di akses tanggal 16 Oktober 2014)
- Lickona, Thomas.Thouchstone, New York.2004.KREASI WACANA.2012
[1]
http://imungblog.blogspot.com/2012/10/pengertian-etika-dan-moral.html diakses tanggal 16 oktober 2014.
[2]https://www.academia.edu/4911646/Karakter_Pendidikan_Budaya_Membangun_Bangsa_dengan_Prestasi_Adi_Luhung di akses tanggal 15
oktober 2014
[3] http://www.matrapendidikan.com/2014/06/strategi-penerapan-pendidikan-moral.html
diakses tanggal 15 oktober 2014
[4]
Pendidikan Karakter.THOMAS
LICKONA.thouchstone, NewYork 2004.KREASI WACANA 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar