Jumat, 31 Oktober 2014

Puisi Ibu

ibu engkaulah semangat juang kami sampai saat ini...
ibu engkau akan ada disetiap helaan nafas ini..
ibu engkau takkan tergantikan oleh siapapun..
kasihmu...
sayangmu...
tulusmu...
setiap helaan nafas dan senyum kau utaran untuk kami...
oh ibu..


sma islam sudirman ambarawa

alumni SMA Islam Sudirman Ambarawa 2014

Pernikahan adat jawa

Pendekatan normatif Studi Islam



Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam


            Dalam melakukan pendekatan dan pengkajian dalam studi Islam memiliki berbagai macam pendekatan. Sehingga dalam melakukan studi atau penelitian maka sangat perlu ada sebuah kejelasan Islam mana yang diteliti. Tak terkecuali dalam pendekatan normatif. Pendekatan normatif adalah studi Islam yang memandang masalah dari sudut legal formal dan atau normatifnya. Maksud legal formal adalah hubungannya dengan halal-haram, boleh atau tidak,dan sejenisnya. Sementara normatifnya adalah seluruh ajaran yang terkandung dalam nash. Dengan demikian pendekatan normatif mempunyai cakupan yang sangat luas. Sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fiqih (Usuliyah), ahli hukum Islam (Fuqaha),ahli tafsir (mufassirin) yang berusaha menggali aspek legal formal dan ajaran Islam dari sumbernya adalah termasuk pendekatan normatif. [1][1]
            Sisi lain dengan pendekatan normatif adalah bahwa secara umum ada dua teori yang dapat digunakan dengan pendekatan normatif-teologis. Pertama,ada hal-hal yang untuk mengetahui kebenarannya dapat dibuktikan secara empirik dan eksperimental. Kedua, ada hal-hal yang sulit dibuktikan secara empiris dan eksperimental. Untuk ha-hal yang dapat dibuktikan secara empirik biasanya disebut masalah yang berhubungan ra’yi (penalaran). Sedangkan masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan empirik (ghaib) biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan kepercayaan. Hanya saja cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang masuk klasifikasi empirik dan mana yang tidak terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Maka sikap yang perlu dilakukan dengan pendekatan normatif adalah sikap kritis.
            Ada beberapa teori popular yang dapat digunakan dengan pendelatan normatif, disamping teori-teori yang digunakan oleh para fuqaha’, usuliyin, muhadditin, dan mufassirin, diantaranya adalah teori teologis-folosofis, yaitu pendekatan memahami al-Qur’an dengan cara mengintrepretasikannya secara logis-filosofis,yakni mencari nilai-nilai objektif dari subjektif al-Qur’an. Selanjutnya teori lain yakni normatif-sosiologis atau sosiologis teologis yang ditawarkan oleh Asghar Ali Engerineer dan Tahnir al-Haddad,yakni dalam memahami nash (al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad Saw. Ada pemisahan antara nash normative dengan nash sosiologis. Nash normative adalah nash yang tidak tergantung pada konteks. Sementara nash sosiologis adalah nash yang pemahamannya harus disesuaikan dengan konteks,waktu,tempat,dan konteks lainnya.
            Dalam memahami nash, khususnya al-Qur’an, Muhammad Izzat darwaz mengatakan bahwa al-Qur’an berisi dua pokok :
1.      Prinsip fundamental (usul)
2.      Alat/penghubung untuk mencapai prinsip-prinsip fundamental tersebut.
            Prinsip-prinsip tersebut penting karena didalamnya mengandung tujuan wahyu dan dakwah Nabi. Hal-hal yang termasuk prinsip adalah menyembah Allah dan harus menyediakan kode etik (norma) yang lengkap (komprehensif) tentang tindakan-tindakan (syariah). Yang lainnya seperti janji Allah akan membalas perbuatan baik di akhirat berupa surga dan akan menyiksa orang-orang yang dzalim atau jahat dengan hukuman neraka, sejarah Nabi dan semacamnya adalah penghubung.[2][2]
            Dalam kajian yang lainnya yakni dalam sisi teologis sangat erat juga kaitannya dengan pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang didalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan,tidak ada kekurangan sedikitpun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam,secara normatif pasti benar,menjunjung nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam kitab suci Al-Qur’an dan Hadist Nabi Saw.
Untuk bidang sosial misalnya dalam ajarannya agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong menolong,tenggang rasa,persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi agama tampil menawarkan keadilan,kebersamaan,kejujuran dan saling menguntungkan. Untuk bidang ilmu pengetahuan,agama tampil mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu setinggi-tingginya,menguasai ketrampilan,keahlian dan sebagainya. Demikian pula untuk bidang kesehatan lingkungan hidup,kebudayaan politik,dan sebagainya agama tampil ideal dan yang dibangun berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.


[1][1].Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, ( Jogjakarta : academia,2010) hlm190
[2][2] Khoiruddin Nasution, ibid, hlm 191

Kamis, 30 Oktober 2014

Pengertian ulumul Qur'an



(1)
  Pengertian ‘Ulumul Qur’an

Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari ulumul Qur’an.
Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan ulumul Qur’an diantara lain :
·         Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan :
“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
·         Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikut:

مَبَاحِثُ تَتَعَلقُ بِالقُرانِ الكَريمِ مِن ناحِيَةِ نُزُولِهِ وَتَرتِيبِهِ وَجَمعِهِ وَكِتابَتِهِ وَقِرَاءَتِهِ وَتَفسِيرِهِ وَاعجَازِهِ وَنَاسِخِهِ وَمَنسُوخِهِ وَدَفعِ الشبَهِ وَنَحوِ ذلِكَ

 “Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-Qur’an.

(2)

Ruang Lingkup ‘Ulumul Qur’an

Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an  meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.

Firman Allah :
  
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”(Q.S. Al-Kahfi 109)
Pokok-pokok Bahasan ‘Ulumul Qur’an

      Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
   1.    Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
   2.    Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.

      Namun, Ash-Shidiqie memandang segala macam pembahasan ulumul Qur’an itu kembali kepada beberapa pokok pembahasan saja seperti :

A.     Nuzul. Permbahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang menunjukan tempat dan waktu turunya ayat Al-Qur’an misalnya : makkiyah, madaniyah, hadhariah, safariyah, nahariyah, lailiyah, syita’iyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga meliputi hal yang menyangkut  asbabun nuzul dan sebagainya.
B.     Sanad. Pembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawattir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at nabi, para periwayat dan para penghapal Al-Qur’an Al-Qur’an, dan Cara Tahammul (penerimaan riwayat).
C.     Ada’ al-Qira’ah. Pembahasan ini menyangkut waqof, ibtida’, imalah, madd, takhfif hamzah, idghom.
D.     Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu,rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan tasybih.
E.      Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna Amm dan tetap dalam keumumanya, Amm yang dimaksudkan khusus, Amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, dhahir, mujmal, mufashal, manthuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqaddam, mu’akhar, ma’mul pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh seorang saja.
F.      Pembahasan makna Al-Qur’anyang berhubungan dengan lafadz, yaitu fashl, washl, ijaz, ithnab, musawah, dan qashr.



(3)

Sejarah Perkembangan ‘Ulumul Qur’an

Sejarah perkembangan ulumul quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul quran menjadi sebuah  khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase / tahapan perkembangan ulumul quran.



A. ‘Ulumul Qur’an pada Masa Rasulullah SAW.

      Embrio awal ulumul quran pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Quran langsung dari Rasulullah SAW kepada para sahabat, begitu pula dengan antusiasime para sahabat dalam bertanya tentang makna suatu ayat, menghafalkan dan mempelajari hukum-hukumnya.


a.       Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.
      Dari Uqbah bin Amir ia berkata : " aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata diatas mimbar, "dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi (Anfal :60 ), ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah" (HR Muslim)

b.      Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran.
      Diriwayatkan dari Abu Abdurrrahman as-sulami, ia mengatakan : " mereka yang membacakan qur'an kepada kami, seperti Ustman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud serta yang lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi sepuluh ayat mereka tidak melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada didalamnya, mereka berkata 'kami mempelajari qur'an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.

c.       Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga kemurnian AlQuran.
      Dari Abu Saad al- Khudri, bahwa Rasulullah SAW berkata: Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa menuliskan aku selain qur'an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang dariku, dan itu tiada halangan baginya, dan barang siapa sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya di api neraka."(HR Muslim)

B.     ‘Ulumul Qur’an pada Masa Khalifah

      Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal (embrio) ulumul quran mulai berkembang pesat, diantaranya dengan kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana berikut :

a.       Khalifah Abu Bakar :dengan Kebijakan Pengumpulan/Penulisan Al-Quran yg pertama yang diprakarsai oleh Umar bin Khottob dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit
b.       Kekhalifahan Usman Ra : dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf, dan hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-Rosmul 'Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman, dan ini dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur'an.
c.       Kekalifahan Ali Ra :dengan kebijakan perintahnya kepada Abu 'aswad Ad-Du'ali meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan ketentuan harakat pada qur'an. Ini juga disebut sebagai permulaan Ilmu I'rabil Qur'an.

C.     ‘Ulumul Qur’an pada Masa Sahabat dan Tabi’in

a.       Peranan Sahabat dalam Penafsiran Al-Quran & Tokoh-tokohnya.

      Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna al-qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW , hal demikian diteruskan oleh murid-murid mereka , yaitu para tabi'in.

      Diantara para Mufasir yang termashur dari para sahabat adalah:
1. Empat orang Khalifah ( Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali )
2. Ibnu Masud,
3. Ibnu Abbas,
4. Ubai bin Kaab,
5. Zaid bin sabit,
6. Abu Musa al-Asy'ari dan
7. Abdullah bin Zubair.

      Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan sudah tafsir Quran yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global.

b.      Peranan Tabi'in dalam penafsiran Al-Quran & Tokoh-tokohnya

      Mengenai para tabi'in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang terkenal di antara mereka , masing-masing sebagai berikut :

1. Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah, Sa'id bin Jubair, Mujahid, 'iKrimah bekas sahaya ( maula ) Ibnu Abbas, Tawus bin kisan al Yamani dan 'Ata' bin abu Rabah.
2. Murid Ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul Aliyah, dan Muhammad bin Ka'b al Qurazi.
3. Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : 'Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad bin Yazid, 'Amir as Sya'bi, Hasan Al Basyri dan Qatadah bin Di'amah as Sadusi.

      Dan yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil Qur'an, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki Wal madani dan imu Nasikh dan Mansukh, tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.


D.     Masa Pembukuan (Tadwin)

      Perkembangan selanjutnya dalam ulumul quran adalah masa pembukuan ulumul Quran , yang juga melewati beberapa perkembangan sebagai berikut :

a.       Pembukuan Tafsir Al-Quran menurut riwayat dari Hadits, Sahabat & Tabi'in

      Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan ( tadwin ) yang dumulai dengan pembukuan hadist denga segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur'an yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW dari para sahabat atau dari para tabi'in.
Diantara mereka yang terkenal adalah, Yazid bin Harun as Sulami, ( wafat 117 H ), Syu'bah bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi' bin Jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan bin 'uyainah ( wafat 198 H), dan Aburrazaq bin Hammam ( wafat 112 H ).
Mereka semua adalah para ahli hadis. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ketangan kita.

b.      Pembukuan Tafsir berdasarkan susunan Ayat

      Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama'. Mereka menyusun tafsir Qur'an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang terkenal diantara mereka ada Ibn Jarir at Tabari ( wafat 310 H ).
Demikianlah tafsir pada mulanya dinukil ( dipindahkan ) melalui penerimaan ( dari muluit kemulut ) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadis, selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at Tafsir bil Ma'sur ( berdasarkan riwayat ), lalu diikuti oleh at Tafsir bir Ra'yi ( berdasarkan penalaran ).

c.       Munculnya Pembahasan Cabang-cabang Ulumul Quran selain Tafsir

      Disamping ilmu tafsir lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan quran, dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufasir, diantaranya :

1. Ulama abad ke-3 Hijri
Ali bin al Madini ( wafat 234 H ) guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbabun nuzul
Abu 'Ubaid al Qasim bin Salam ( wafat 224 H ) menulis tentang Nasikh Mansukh dan qira'at.
Ibn Qutaibah ( wafat 276 H ) menyusun tentang problematika Quran ( musykilatul quran ).
1.      Ulama Abad Ke-4 Hijri
 Muhammad bin Khalaf bin Marzaban ( wafat 309 H ) menyusun al- Hawi fa 'Ulumil Qur'an.
Abu muhammad bin Qasim al Anbari ( wafat 751 H ) juga menulis tentang ilmu-ilmu qur'an.
Abu Bakar As Sijistani ( wafat 330 H ) menyusun Garibul Qur'an.
Muhammad bin Ali bin al-Adfawi ( wafat 388 H ) menyusun al Istigna' fi 'Ulumil Qur'an.

2.      Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya
Abu Bakar al Baqalani ( wafat 403 H ) menyusun I'jazul Qur'an,
Ali bin Ibrahim bin Sa'id al Hufi ( wafat 430 H )menulis mengenai I'rabul Qur'an.
Al Mawardi ( wafat 450 H ) menegenai tamsil-tamsil dalam Qur'an ( 'Amsalul Qur'an).
Al Izz bin Abdussalam ( wafat 660 H ) tentang majaz dalam Qur'an.
'Alamuddin Askhawi ( wafat 643 H ) menulis mengenai ilmu Qira'at ( cara membaca Qur'an ) dan Aqsamul Qur'an.

d.      Mulai pembukuan secara khusus Ulumul Quran dengan mengumpulkan cabang-cabangnya.

      Pada masa sebelumnya, ilmu-ilmu al-quran dengan berbagai pembahasannya di tulis secara khusus dan terserak, masing-masing dengan judul kitab tersendiri. Kemudian, mulailah masa pengumpulan dan penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam pembahasan khusus yang lengkap, yang dikenal kemudian dengan Ulumul Qur'an. Di antara ulama-ulama yang menyusun secara khusus ulumul quran adalah sebagai berikut :

1. Ali bin Ibrohim Said (330 H) yang dikenal dengan al Hufi dianggap sebagai orang pertama yang membukukan 'Ulumul Qur'an, ilmu-ilmu Qur'an.
2. Ibnul Jauzi ( wafat 597 H ) mengikutinya dengan menulis sebuah kitab berjudul fununul Afnan fi 'Aja'ibi 'ulumil Qur'an.
3. Badruddin az-Zarkasyi ( wafat 794 H ) menulis sebuah kitab lengkap dengan judul Al-Burhan fii ulumilQur`an .
4. Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H) memberikan beberapa tambahan atas Al-Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi`ul u`luum min mawaaqi`innujuum.
5. Jalaluddin As-Suyuti ( wafat 911 H ) juga kemudian menyusun sebuah kitab yang terkenal Al-Itqaan fii u`luumil qur`an.

*Catatan : kitab Al-Burhan ( Zarkasyi) dan Al-Itqon ( As-Suyuti) hingga hari ini masih dikenal sebagai referensi induk / terlengkap dalam masalah Ulumul Qur'an. Tidak ada peneliti tentang ulumul quran, kecuali pasti akan banyak menyandarkan tulisannya pada kedua kitab tersebut


E.      ‘Ulumul Qur’an Masa Modern / Kontemporer

      Sebagaimana pada periode sebelumnya, perkembangan ulumul quran pada masa kontemporer ini juga berlanjut seputar penulisan sebuah metode atau cabang ilmu Al-Quran secara khusus dan terpisah, sebagaimana ada pula yang kembali membali menyusun atau menyatukan cabang-cabang ulumul quran dalam kitab tersendiri dengan penulisan yang lebih sederhana dan sistematis dari kitab-kitab klasik terdahulu.

1. Kitab yang terbit membahas khusus tentang cabang-cabang ilmu Quran atau pembahasan khusus tentang metode penafsiran Al-Quran di antaranya :

a.       Kitab i`jaazul quran yang ditulis oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi`i,
b.      Kitab At-Tashwirul fanni fiil qu`an dan masyaahidul qiyaamah fil qur`an oleh Sayyid Qutb,
c.       Tarjamatul qur`an oleh syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang salah satu pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin al-hatib,
d.      Masalatu tarjamatil qur`an Musthafa Sabri,
e.       An-naba`ul adziim oleh DR Muhammad Abdullah Daraz dan
f.       Muqaddimah tafsir Mahaasilu ta`wil oleh Jamaluddin Al-qasimi.

2. Kitab yang membahas secara umum ulumul quran dengan sistematis, diantaranya :

a.       Syaikh Thahir Al-jazaairy menyusun sebuah kitab dengan judul At-tibyaan fii u`luumil qur`an.
b.       Syaikh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhajul furqan fii u`luumil qur`an yang berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk fakultas ushuluddin di Mesir dengan spesialisasi da`wah dan bimbingan masyarakat dan diikuti oleh muridnya,
c.       Muhammad Abdul a`dzim az-zarqani yang menyusun Manaahilul i`rfaan fii u`lumil qur`an.
d.      Syaikh Ahmad Ali menulis muzakkiraat u`lumil qur`an yang disampaikan kepada mahasiswanya di fakultas ushuluddin jurusan dakwah dan bimbingan masyarakat.
e.       Kitab Mahaabisu fii u`lumil qur`an oleh DR Subhi As-Shalih.

      Pembahasan tersebut dikenal dengan sebutan u`luumul qur`an, dan kata ini kini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.