A. Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Teori belajar dapat dipahami sebagai
prinsip-prinsip umum atau kolaborasi antara prinsip-prinsip yang saling
berhubungan. Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana
manusia
belajar,
sehingga membantu kita semua memahami proses yang kompleks dari belajar. Ada
tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan
Konstruktivisme.
Pada dasarnya teori pertama dilengkapi
oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun
tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan
menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan, yang
lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan
pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya.
Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya mengenai
teori-teori belajar akan saya paparksn beberapa teori-teori yang akan digunakan
dalam sebuah proses pembelajaran.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan teori belajar?
b. Apa saja teori-teori belajar?
B. Pembahasan
1.
Teori Belajar
Memasuki abad ke-19 beberapa ahli psikologi mengadakan
penelitian eksperimantal tentang teori belajar, walaupun pada waktu itu para
ahli menggunakan binatang sebagai objek penelitiannya. Penggunaan binatang
sebagai objek penelitian didasarkan pada pemikiran bahwa apabila binatang yang
kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen teori belajar, maka
sudah dapat dipastikan bahwa eksperiman itupun dapat berlaku bahkan dapat lebih
berhasil pada manusia, karena manusia lebih cerdas dari pada binatang.
Dari berbagai tulisan yang membahas
tentang perkembangan teori belajar seperti (Atkinson, dkk. 1997; Gredler
Margaret Bell, 1986) memaparkan tentang teori belajar yang secara umum dapat
dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi (a) teori belajar
Behavioritik (b) teori belajar kognitif (c) teori belajar humanistic (d) teori
belajar psikoanalisis. Keempat aliran belajar tersebut memiliki karakteristik
yang berbeda, yakni aliran behavioristik menekankan pada “hasil” dari pada
proses belajar. Aliran kognitif menekankan pada “proses” belajar. Aliran humanistic menekankan pada
“isi” atau apa yang dipelajari. Aliran Psikoanalisis menekankan pada
“kejiwaan”.
Para psikologi
pendidikan memunculkan istilah teori belajar setelah mereka mengalami kesulitan
ketika akan menjelaskan proses belajar secara menyeluruh. Berawal dari
kesulitan tersebut munculah beberapa persepsi berbeda dari para psikolog,
sehingga menghasilkan dalil-dalil yang memiliki inti kalau teori belajar adalah
alat bantu yang sistematis dalam proses belajar.[1]
Teori-teori
belajar dikalangan psikolog bersifat eksperimental, dimana teori yang mereka
kemukakan hanyalah berupa pendapat dari pengalaman mereka ketika dalam kegiatan
belajar berlangsung. Dari interaksi tersebut, para psikolog menyusun proposisi
yang mereka tekuni sehingga menghasilkan madzhab yang mereka ciptakan itu bisa
digunakan sebagai landasan pola pikir mereka.
2. Macam-macam Teori Belajar
a. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu
aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah,
dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu
belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa
sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.[2]
Behaviorisme adalah
suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa
tidak puas terhadapa teori psikologi daya dan teori mental state.
Sebabnya ialah karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi
kesadaran saja.
Menurut aliran
behaviorisme, bahwa:
1)
The image and memories consist of activites engaged in by the organism. We wake certain responses, we act and
this activities are knnown as images.
2)
Behaviorism in psikology is merely the name for that type of investigation
and theory which assumes that men’s educational, vocation and social activities
can be completely described or explained as the result of same (and other)
forces used in the natural sciences.
Didalam
behaviorisme masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Jadi,
melalui kelakuan segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Dengan
memberikan rangsangan (stimulus) maka siswa akan merespons. Hubungan antara
stimulus – respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada
belajar. Dengan latihan-latihan maka hubungan-hubungan itu akan semakin
menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.
Keberatan
terhadap teori ini adalah karena teori ini menekankan pada refleks dan
otomatisasi dan melupakan kelakuan yang bertujuan (a purposive behavior).[3]
Behaviorisme lahir sebagai reaksi
terhadap introspeksi (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan
laporan-laporan subjektif) dan juga Psokoanalisis (yang berbicara tentang alam
bawah sadar yang tidak tampak).[4]
Teori belajar psilologi
behavioristik dikemukakan oleh para psikolog behavioristik. Mereka berpendapat,
bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau
penguatan (reinforcement”) dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral
dengan stimulasinya.Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa
tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada
masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku adalah merupakan
hasil belajar. Kita
dapat menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar
belakang penguatan (reinforcement) terhadap tinkah laku tersebut.[5]
Ciri- ciri aliran Behaviorisme:
(1) Mementingkan pengaruh lingkungan.
(2) Mementingkan bagian-bagian dari pada
keseluruhan.
(3) Mementingkan reaksi psikomotor.
(4) Mementingkan sebab-sebab masa
lampau.
(5) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
(6) Mengutamakan mekanisme terjadinya
hasil belajar.
b.
Teori Pembiasaan Klasik
Teori ini berkembang
berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936),
seorang ilmuan berkebangsaan Rusia. Pada dasarnya classical conditioning
merupakan sebuah prosedur penciptaan reflek baru dengan mendatangkan stimulus
sebelum terjadi nya reflek tersebut.
Teori pembiasaan klasik (classical
conditioning) ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan
oleh Ivan Pavlov (1849-1936), pada dasarnya classical conditioning
adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan
stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut.[7]
Pavlov mengadakan
percobaan terhadap anjing yang diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi
reaksi bersyarat pada anjing. Dari hasil
percobaannya, sinyal (pertanda memainkan peran yang sangat penting dalam akdaptasi hewan
terhadap sekitarnya.
Teori Classical
conditioning yang ditemukan pavlov didasarkan pada tiga proses, yaitu:
pertama, penyamarataan (generalization) sebab respon dikondisikan dengan
kehadiran stimulus yang sama melalui keluarnya air liur; kedua, perbedaan (discimination)
untuk merespon apabila ada perangsang makanan kemulutnya; ketiga, pemadaman
(extinction) terjadi ketika stimulus disajikan berulang-ulang tanpa adanya
stimulus berupa makanan.
Kesimpulan dari
percobaan pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan
stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS), cepat atau lambat akan menimbulkan
respon atau perubahan yang kita kehendaki dalam CR. Skinner berpendapat bahwa percobaan
Pavlov itu tunduk terhadap dua macam hukum yang berbeda, yakni: law of
respondent conditioning atau hukum pembiasaan dan law of respondent
extinction atau pemusnahan yang dituntut.[8]
c. Teori Belajar Koneksionisme
Teori ini ditemukan dan
dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874/1949) berdasarkan eksperimen yang
ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thorndike menggunakan hewan-hewan
terutama kucing untuk mengetahui fenomena-fenomena belajar.
Prinsip teori
Thorndike adalah belajar asosiasi antara kesan panca indra (sense
impression) dengan implus untuk bertindak (impulse to action).
Asosiasi itulah yang menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya
atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itulah, teory thorndike disebut
Connectionism atau bond psychology.
Awal
eksperimennya menggunakan kucing, ketika eksperimen awal ini berhasil maka ia
melanjutkan pada hewan lainnya. Kucing dibiarkan kelaparan, kemudian ia
dimasukkan kedalam kotak yang sudah dirancang khusus, sehingga jika kucing itu
mnyentuh tombol pintu maka pintu itu akan terbuka dan ia dapat keluar dan
mencapai daging yang dijadikan umpan diluar kandang. Pada usaha pertama
ia belum terbiasa memecahkan problemnya, sampai kemudian berhasil menemukan
tombol tersebut. Waktu yang dibutuhkan dalam usaha pertama agak lama. Percobaan
yang sam dilakukan secara berulang-ulang.
Dengan
terlatihnya proses belajar dari kesalahan (trial and error), maka watu
yang dibutuhkan untuk memecahkan problem itu semakin singkat. Teori trial
and error learning mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Adanya motif
yang mendorong akktivitas.
2)
Adanya berbagai
respon terhadap situasi.
3)
Adanya
eliminasi respon-respon yang gagal atau salah.
4)
Adanya kemajuan
reaksi-reaksi dalam mencapai tujuan.
Menurut
thorndike, dasar proses belajar pada hewan maupun pada manusia adalah sama.
Baik belajar pada hewan maupun manusia, menggacu pada tiga hukumbelajar pokok,
yaitu:
a)
Law of Readiness adalah reaksi terhadap stimulus yang
didukung kesiapan untuk bertindak dan reaksi itu menjadi memuaskan.
b)
Law of Exercise ialah hubungan stimulus respon apabila dering digunakan
akan semakin kuat melalui repetitton atau pengulangan
i.
Law of Use: Hubungan stimulus respon bertambah kuat jika ada
latihan.
ii.
Law of Disuse: Hubungan stimulus respon bertambah lemah jika latihan
dihentikan.
c)
Law of Effect ialah menunjukkan kepada makin kuat atau lemahnya
hubungan sebagai akibat dari pada hasil respon yang dilakukan.[9]
d. Teori Gestalt
Menurut aliran
ini jiwa manusia adalah suatu keseluruhan ynag berstruktur. Suatu keseluruhn
bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam
keseluruhan menurut struktur yang telah terbentuk dan salin berinterelasi satu
sama lain.
Teori psikologi
gestalt sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa prinsip
yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Tingkah laku
terjadi berkat interaksi antar individu dan lingkungannya.
2. Individu berada
dalam keadaan keseimbangan yang dinamis, adanya ganguan terhadap keseimbangan
itu akan mendorong terjadinya tingkah laku.
3. Belajar
mengutamakan aspek pemahaman (insight) terhadap situasi problematis.
4. Belajar
menitikberatkan pada situasi sekarang, dalam situasi tersebut menemukan
dirinya.
C. Simpulan
[2]
Akhmad Sudrajat, “Teori-teori Belajar”, http://www.scribd.com/cod/15874999/teoriteori-belajar.
[4] Muhammad,
“Psikologi Aliran Behaviorisme”, http://www.psikologi.or.id.
[5] M. Dalyono, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2001), Cet.2, hlm. 30.
[6] Mustaqim, Ilmu
JIwa Pendidikan, Edisi Revisi, (Semarang: CV. Andalan Kita, 2010), hlm. 56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar